PEMBANGUNAN EKONOMI DI WILAYAH JAWA
TENGAH
Pembangunan
wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan
kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas menjadi
harapan setiap daerah di Indonesia.Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya
saing wilayah juga mengupayakan keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan
potensinya masing-masing.
Perkembangan
indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan
ekonomi,pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan
capaian kinerja pembangunan wilayah secara umum.Kinerja perekonomian Provinsi
Jawa Tengah selama tahun 2012-2014 berfluktuatif namun kembali meningkat pada
tahun 2014. Rata-rata pertumbuhan ekonomi selama periode tersebut sebesar 5,3
persen lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi rata-rata nasional sebesar
5,90 persen (Gambar 1). Besarnya PDRB Provinsi Jawa Tengah merupakan terendah ketiga
setelah Yogyakarta dan Banten.
Kinerja
pertumbuhan ekonomi daerah yang diukur dari besarnya PDRB per kapita diJawa
Tengah selama kurun waktu 2010 – 2014 cenderung meningkat, yang menunjukkan
meningkatnya tingkat kesejahteraan di provinsi ini walaupun berada dari
rata-rata nasional pada periode tersebut. Jika pada tahun 2010 rasio antara
PDRB perkapita Jawa Tengah dan PDB nasional sebesar 66,75 persen, maka pada
tahun 2014 rasionya menurun menjadi 65,08 persen (Gambar 2). Hal ini menunjukkan
kinerja rata-rata provinsi lain berkembang lebih pesat dari Jawa Tengah.
Tantangan yang dihadapi pemerintah daerah adalah meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan landasan ekonomi daerah yang memperluas kesempatan
kerja dan mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Pertumbuhan
Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan
Gambar 5 menunjukkan
persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah menurut rata-rata
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai dengan tahun
2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Purbalingga,
Banjarnegara, Tegal, Kendal, dan Pati terletak di kuadran I, merupakan daerah
dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata
provinsi. Hal ini berarti petumbuhan ekonomi yang terjadi di kelima kabupaten
tersebut dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth,
pro-poor). Pemerintah sebaiknya mempertahankan pertumbuhan ekonomi serta
tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan.
Kedua, Kabupaten Grobogan,
Wonogiti, Rembang, Batang, Cilacap, Klaten, Pekalongan, Blora, Kebumen, Batang,
Wonosobo, dan Brebes terletak di kuadran II, merupakan daerah dengan
pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata provinsi namun pengurangan kemiskinan di
atas rata-rata provinsi Jawa Tengah (low-growth, pro-poor). Tantangan
yang harus dihadapi pemerintah daerah adalah menjaga efektivitas dan efisiensi
kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong
percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi
yang punya potensi berkembang seperti kelautan, perikanan, pertanian, serta
perdagangan dan jasa.
Gambar 5
Dampak Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin
Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008-2013
Ketiga, Kabupaten Boyolali,
Temanggung, Sukoharjo, magelang, Kudus, dan Kota Tegal terletak di kuadran III,
merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan
kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-poor).
Pemerintah daerah harus bekerja keras untuk mendorong percepatan pembangunan
ekonomi melalui peningkatan produktivitas sektor dan kegiatan ekonomi yang
mampu menyerap tenaga kerja besar terutama dari golongan miskin. Pemerintah
daerah juga dituntut untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi berbagai
kebijakan dan program pengurangan kemiskinan.
Keempat, Kabupaten
Purworejo, Pemalang, Semarang, Karanganyar,Banyumas, Sragen, Jepara, Kota
Salatiga, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Pekalongan, dan Kota Semarang terletak
di kuadran IV, merupakan kota dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas
ratarata, dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (high-growth,
less pro-poor). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
di daerah tersebut belum memberikan dampak penurunan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus
dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong
pengembangan kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga
kerja. Selain itu diperlukan juga program dan
kebijakan dalam hal penanggulangan kemiskinan.
1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM
Gambar 6
menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah
berdasarkan rata-rata pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2013.
Pertama,
Kabupaten Karanganyar, Purworejo, Tegal, Pemalang, Kendal, Purbalingga, dan
Sragen terletak di kuadran I, merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Dalam kondisi ini
tersirat bahwa pertumbuhan ekonomi telah sejalan dengan peningkatan IPM (pro-growth,
pro-human development). Tantangan yang dihadapi pemerintah dalam kinerja
yang baik ini adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan
produktivitas dan nilai tambah, sekaligus mempertahankan efektivitas dan
efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan.
Gambar 6
Dampak
Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM
Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2008-2013
Kedua,
Kabupaten Cilacap, Batang, Pekalongan, Brebes, Wonogiri, Blora, Rembang, dan Demak
terletak di kuadran II, termasuk daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah
rata rata provinsi namun peningkatan IPM di atas rata-rata (low-growth,
pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan
dan program pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan
IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong percepatan pembangunan
ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan
ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti industry manufaktur,
perdagangan dan jasa, pertanian, perikanan, dan kelautan.
Ketiga,
Kabupaten Wonosobo, Grobogan, Magelang, Sukoharjo, Kudus, Klaten,Temanggung,
Kebumen, Boyolali, dan Kota Tegal terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low growth, less
prohuman development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah
daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain
itu, pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk
memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah
sektor dan kegiatan utama daerah.
Keempat,
Kabupaten Jepara, Pati, Banyumas, Banjarnegara, Semarang, Kota pekalongan, Kota
Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang berada di kuadran IV,
termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di atas rata-rata,
tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development).
Tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan
ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan
kesehatan.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah selama 2016 melambat. Badan
Pusat Statistik Jateng mencatat pertumbuhan ekonomi provinsi ini sebesar 5,28%,
lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 5,47%.
"Namun begitu, performa masih bagus mencapai angka 5,28%. Saya melihat tidak banyak provinsi mencapai angka ini. Pertumbuhan ekonomi Jateng masih di atas angka nasional 5,02%," ujar Kepala BPS Jateng, Margo Yuwono, Senin (6/2/2017).
"Namun begitu, performa masih bagus mencapai angka 5,28%. Saya melihat tidak banyak provinsi mencapai angka ini. Pertumbuhan ekonomi Jateng masih di atas angka nasional 5,02%," ujar Kepala BPS Jateng, Margo Yuwono, Senin (6/2/2017).
Menurutnya, perekonomian Jateng tahun 2016 yang diukur
berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai
Rp1.092.030 miliar. Pertumbuhan ekonomi terjadi pada seluruh lapangan usaha. Pertambangan
dan penggalian merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi
sebesar 18,73%. Jasa perusahaan menyusul di peringkat berikutnya sebesar 10,62%
serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 9,86%.
Struktur perekonomian Jateng, lanjut dia, menurut lapangan usaha
tahun 2016 didominasi oleh tiga lapangan usaha utama yaitu industri pengolahan
(34,82%), pertanian, kehutanan dan perikanan (15,05%) dan perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor (13,39%).
"Perekonomian di Jateng tergantung dari industri pengolahan
karena memberikan kontribusi terbesar. Bagaimana pergerakan industri pengolahan
akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," katanya. Sedangkan,
lanjut dia, dari sisi pengeluaran pertumbuhan ekonomi tahun 2016 sebesar 5,28%
didukung oleh hampir seluruh komponen kecuali komponen pengeluaran pemerintah.
Sektor ini mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,71%.
"Kementerian melakukan penghematan anggaran sehingga
berdampak pada perekonomian melambat. Konsumsi belanja pemerintah lebih rendah
namun konsumsi rumah tangga stabil. Artinya, daya beli masyarakat masih
terkendali," katanya.
Sementara itu, Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra menambahkan, keyakinan konsumen
terhadap perekonomian di seluruh kota penyelenggara Survei Konsumen di Jateng
mengalami penurunan. "Berdasarkan survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
disebutkan bulan Desember tercatat mencapai 12,51 atau menurun 7,5 poin dari
bulan sebelumnya," terangnya.
Namun secara Abstraksi
beginilah perekonomian pada tahun terakhir ini
- Perekonomian Jawa Tengah tahun 2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.092.030,9 miliar, sedangkan harga konstan mencapai Rp 849 383,6 miliar.
- Ekonomi Jawa Tengah tahun 2016 tumbuh 5,28 persen melambat dibanding tahun 2015 (5,47 persen). Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian (18,73 persen). Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (5,96 persen).
https://ekbis.sindonews.com/read/1177467/33/pertumbuhan-ekonomi-jawa-tengah-2016-melambat-1486378908
Kelompok 4
Adelia Nursitasari (20216113)
Muhammad Baharudin Alamsyah (24216750)
Shely Apriliana (26216997)